RUMAH KITA
Oleh Papa El Gaba
Disinilah mereka berdua tinggal, dirumah ini. Rumah yang sederhana, itu menurut salah satu dari penghuni rumah itu yang bernama Dimpos. Dan perabotnya juga sederhana dan halaman rumah itu tidak terlalu luas. Halaman rumah itu ditanami dengan beberapa tanaman hias berwarna-warni yang memperindah tatanan rumah itu dan ada beberapa pohon-pohon mangga dan sawuh di halaman depan dan pohon-pohon rambutan dan kelapa di halaman belakang dan di ruangan dalam rumah segala perabotannya ditata dengan baik dan asri, ada sofa dan dimeja sofa ada bunga terbuat dari plastik yang berwarna putih dan merah dan sedikit kuning, dan disudut sana ada lemari es yang sederhana dan juga ada sebuah TV berwarna 21 ” dan didinding rumah itu ada beberapa lukisan yang indah-indah, ada lukisan pemandangan dan ada lukisan buah-buahan dan juga lukisan perempuan setengah telanjang. Dan didinding belakang yang menghadap kedepan persisnya jika kita membuka pintu depan rumah itu dan masuk kedalam dan kita bisa melihat langsung kearah diding itu, ada lukisan seekor burung rajawali terbang tinggi diangkasa dan dilatar belakangi gunung yang tinggi dan cahaya matahari yang berwarna kuning emas dan di pojok lukisan rajawali itu ada tulisan ” dare to soar ”, dan kita bisa saja mengartikan lukisan dan tulisan yagg ada itu sebagai harus berani kepuncak dan setelah di puncak bagaimana ? atau memang kita harus berani menerjang badai dan tinggal didalamnya atau kita tidak terpengaruhi akan badai karena kita terbang diatas badai, sehingga kita dapat menikmati biar badai apapun yang tejadi karena kita terbang diatasnya. Begitulah kira-kira gambaran lukisan tersebut atau memang harus begitu.
”Rumah ini terlalu besar untuk kita tempati berdua ,” disuatu sore dikala mereka berdua duduk diteras rumah sambil menikmati minuman dan makanan ringan , salah satu penghuni rumah itu yang bernama Dino memecah kesunyian. ”Sehingga kita kesulitan untuk membersihkannya dan halamannya juga terlalu luas, kita tidak mampu untuk menata bagaimana supaya tertata rapi dan enak dipandang mata.”
Mereka berdua memang tinggal bersamaan di rumah tersebut, membersihkan rumah dan halaman rumah mereka lakukan bersama-sama dan bahkan jika pergi kemana-mana mereka selalu bersama-sama. Perawakan mereka hampir sama, pakaian mereka juga persis sama, memang jika dilihat dari kasat mata seakan-akan mereka memang kembar, tapi dalam hal memandang sesuatu mereka sangat kontras dan jauh berbeda dan bahkan mereka sering bertengkar apabila membicarakan sesuatu hal. Sebenarnya ketidak cocokan itu terjadi hanya akhir-akhir ini saja, karena dahulu ketika mereka berdua mulai tinggal di rumah ini mereka tidak mempersoalkannya.
” Tidak, rumah ini tidak besar dan pas untuk kita tempati. Halamannya mudah menatanya karena tidak terlalu luas.” Sahut Dimpos memberi pendapatnya.
” Kamu salah Dimpos.” si Dino membantah sambil memperkuat alasannya. ” Coba lihat kamar tidur rumah ini ada empat buah dan kita hanya berdua disini, untuk apa kamar yang dua lagi ?, dan kamar mandinya ada dua, menurut saya cukup satu saja.”
” Tapi Dino, jika suatu hari nanti kita kedatangan tamu lebih dari satu orang, misalnya dua sampai empat orang, dimanakah kita harus menyuruh mereka tinggal jika kamar tidur rumah ini hanya dua saja ?. Menurutku kita jangan berpikir pada saat ini saja, kita harus melihat hal-hal yang akan dan kemungkinan besar dapat terjadi pada kita di rumah ini.” sahut Dimpos sedikit serius.
” Mengapa kita harus berpikir hal-hal yang belum pasti, yang mungkin saja tidak akan pernah terjadi, dan bagaimana jika pikiranmu itu tidak pernah terjadi, bukankah kita setiap hari dipusingkan akan hal-hal yang menurutku bisa kita perkecil atau dihilangkan sama sekali.” Timpal Dino tidak kalah seriusnya.
” Aku kira tidak ada yang salah dengan rumah ini, karena rumah ini sudah sekian lama kita tempati dan selama itu tidak pernah terjadi yang diluar perkiraan kita. Hari-hari dapat kita lalui bersama-sama di rumah ini dengan senang, di rumah ini semua berjalan dengan sendirinya tanpa ada yang membuat pikiran jadi kusut atau mungkin pikiran kita jadi tidak menentu.” Sahut Dimpos sedikit datar.
” Itu dulu Dimpos, belakangan ini aku merasa bahwa hari-hari yang kita lewati disini seakan-akan mubajir, tenaga yang kita keluarkan untuk membersihkan atau katakanlah menata tanaman yang terlalu banyak ini terbuang begitu saja tanpa berguna, karena sekarang ini aku merasa tidak seharusnya kita buang-buang tenaga untuk hal-hal yang tidak berguna, pada hal tenaga itu dapat kita perlukan untuk yang lebih pas kegunaannya.” Dino menatap Dimpos dalam-dalam ingin memastikan bahwa Dimpos juga setuju akan pendapatnya.
” Aku marasakan ada sesuatu yang berubah didalam diri mu.” kata Dimpos sesaat, lalu diteruskannya lagi. ”Sesuatu yang tidak dapat dilawan. Tidak dapat terulang lagi. Dari dahulu hal yang sama dapat kita lewati bersama tanpa keluhan dan tanpa ada kelelahan. Dan rumah ini dan juga halamannya dan juga segala yang ada disini di rumah ini tidak pernah berubah dan kita bekerja bersama-sama membersihkan dan menata ruangan dan kamar-kamar rumah ini dengan hati senang dan bahkan membersihkan seluruh halaman rumah ini dengan riang gembira. Dan sekarang saat ini setelah berubahnya waktu, sesuatu terjadi dan sekarang engkau mengeluh.” Sampai disini Dimpos tidak melanjutkan perkataannya, takut temannya tersinggung.
” Aku tidak tahu, Dimpos. Tiba-tiba saja pikiran ini datang ke kepalaku dan semua terasa asing dan meletihkan. Tapi menurut hematku memang benar bahwa sekarang baru terasa bahwa rumah ini terlalu besar untuk kita berdua dan halamannya terlalu luas untuk kita benahi. Bukankah lebih baik jika rumah ini seharusnya lebih kecil dan halamannya lebih sempit sehingga tenaga yang ada pada kita saat ini pas untuk membenahinya ?.” Dino menatap Dimpos sambil menarik nafas dalam-dalam.
Mereka berdua telah sampai dipersimpangan jalan, dan ketika melihat sesuatu maka mereka memandang dari arah yang berbeda. Gajah akan berbeda cara menggambarkannya apabila dua orang melihat dari arah yng berlawanan, dimana seseorang akan menggambarkan bahwa gajah itu adalah dua kuping yang besar dan belalai yang panjang dan dua mata yang kecil, jika dia melahatnya dari arah depan. Dan seseorang yang lain mengatakan bahwa gajah itu hanya dua kaki yang besar serta ekor yang di ujungnya ada bulu. Dua sisi kebenaran yang diperhadapkan satu dengan yang lain akan menimbulkan pertentangan jika tidak ada yang memahami bahwa segala sesuatu harus ada kesepakatan cara pandangnya. Dari sisi mana kedua belah pihak memandangnya. Dan kedua belah pihak harus saling menghormati pendapat kedua belah pihak dan jangan saling ngotot bahwa mereka yang paling benar.
” Dino.” Dimpos akhirnya memulai percakapan yang terhenti sesaat, ketika mereka dihanyutkan pikiran masing-masing. ” Rumah ini akan berubah dan juga tidak akan berubah itu tergantung dari kita berdua. Ketika kita pertama kali masuk ke rumah ini, ketika itu, dahulu, alangkah senangnya kita berdua, dan aku katakan inilah rumah idaman kita dan semua yang ada di rumah ini, pas menurut selera kita dan pas untuk ukuran taraf kehidupan kita. Waktu membuatnya berubah, tapi aku akan selalu memandang rumah ini adalah rumah yang pas untuk aku, karena di rumah ini segala pengalaman hidup telah aku lalui dan semua terlewati dengan aman dan baik-baik saja. Memang jika kita melewati jalan yang sama dan waktu yang sama sekalipun tapi kita memikirkannya dengan pikiran yang tidak sama, maka pendapat atau hasil yang kita dapatkan akan sangat berbeda.”
” Kita sekarang telah sampai disini saat ini Dimpos. Maka kita memandangnya pada saat ini dan pikiran ku saat ini memngatakan bahwa rumah ini tidak cocok buat aku.” Dino berkata-kata sambil menerawang jauh kedepan.
” Rumah ini pas buat ku.” Dimpos sedikit membantah.
” Rumah ini terlalu besar untuk kita dan tidak pas, Dimpos.” Dino setengah teriak memandang Dimpos.
” Tidak Dino, tidak. Rumah ini adalah rumah tempat dimana kita memulai kehidupan yang baru dan melewati hari-hari yang menyenangkan dan kita tidur disini dengan bermimpi yang indah-indah. Dan walaupun sekarang katamu rumah ini tidak cocok dan perlu dirubah atau apapun alasannya, aku katakan bahwa rumah ini adalah rumah idamanku, rumah dimana segala pengalaman aku dapat disini. Walaupun semua orang mengatakan bahwa rumah ini adalah rumah yang sudah ketinggalan jaman, rumah yang sudah tidak enak untuk di tempati, tapi kataku rumah ini adalah rumah yang penuh magna, rumah penuh kenangan rumah yang harus dipertahankan keasriannya, ramah masa lalu rumah sekarang dan rumah masa depan. Rumah ini rumah yang menghantarkan kita sampai kesaat ini, rumah penuh cinta, cinta sesama, cita lingkungan dan cinta semuaanya. Maka aku harap bahwa rumah ini jangan kau rubah karena hanya tidak sepaham, jangan kau rombak hanya ingin memuaskan seleramu dan jangan kau ganti hanya ingin serupa dengan yang lain. Aku tidak mau, Dino aku tidak mau, karena disinilah dirumah ini segala cinta terucapkan, disini dirumahmu, rumahku Rumah Kita.”
Banuayu, 6 Oktober 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar