Rabu, 01 Desember 2010

OPERATOR LESTARI, OPERATOR ABADI

Papa El Gabe 
    Lelaki berumur empat puluhan tahun itu, menatap dalam-dalam gedung megah itu. Gedung berwarna putih, tempat para pembuat keputusan dan pengambil keputusan bekerja dan memberikan perintah dan keputusan. Memang setiap pergi kelokasi kerja, lelaki itu sengaja mampir didepan gedung itu dan menatapnya dalam-dalam, demikian juga hendak pulang kerja, lelaki itu mampir sejenak dan menatap gedung itu, persis seperti dia menatap ketika hendak ketempat kerjanya. Seakan ada keanehan atau keganjilan dipikiran lelaki tersebut mengenai gedung itu.
    Lelaki berumur empat puluhan tahun ini, sudah bekerja ditempat ini selama lebih dua belas tahun, ya dua belas tahun lebih lelaki berumur empat puluhan tahun itu telah bekerja ditempat ini. Ketika dulu dia direkrut dari tempat bekerjanya yang lama, ia mengharapkan dan mempunyai cita-cita yang sangat baik. Ia merasa bahwa didaerahnya ini ia akan mampu berbuat yang terbaik dan mampu untuk menapak karir yang lebih baik lagi. Banyak angan-angannya jika ia bekerja ditempat ini.
    Dua belas tahun berlalu, angan-angan tinggal angan-angan, cita-cita yang dibangunnya ketika ia diterima disini, tinggal kenangan. Jangankan untuk menapak karir kejenjang yang lebih tinggi, untuk mempertahankan supaya jangan digeser dari tempatnya semula saja, ia tidak mampu. Sampai saat ini lelaki itu memang sudah berpindah tempat kerja sebanyak empat kali, tapi memang tidak sampai dipindahkan jauh-jauh. Hanya berkisar dilokasi kerja sekarang ini saja.
    Beberapa saat setelah ia sedikit puas menatap gedung itu, lelaki itu berguman dalam hati sambil berlalu dari depan gedung itu, “ Gedung ini tidak ada yang salah, gedung ini sama dengan gedung yang ada ditempat lain, tapi mengapa keputusan dan perintah dari gedung ini sangat- sangat berbeda jika dibanding dengan gedung yang serupa bentuknya,” lelaki itu menarik napas dalam dengan sejuta tanya.
    Sore itu cuaca seakan mengerti akan isi hati lelaki itu, langit mendung dan berawan, karena pada bulan-bulan ini memang sudah musim penghujan. Lelaki itu tidak menghiraukan itu semua, ia berjalan pelan-pelan melintasi rel kereta api dan dikiri kanannya ada banyak gerbong-gerbong kereta. Ia berjalan dengan santai dan diambilnya rumput dan digigitnya perlahan dan sekali-sekali dia menatap keatas kearah langit yang ditutupi awan, pertanda sebentar lagi hujan akan datang, ia berpikir dan dalam hatinya berkata sekali lagi. “ apa yang salah dengan gedung itu ?.”
    Gedung tidak salah, waktu tidak salah, tempat tidak salah, tidak ada yang salah dengan benda-benda mati itu. Persoalannya adalah bagaimana kita menyikapi semua ini. Jika pada saat ini setiap keputusan dan keterpihakan tidak menguntungkan dan tidak kepada kita, kita harus dapat menerimanya dengan lapang dada. Biarkan orang yang mengambil keputusan dengan tingkah polanya dan jalan pikirannya. Jika kita punya cita-cita mereka juga punya cita-cita. Jika kita ingin kejenjang yang lebih baik, mereka juga sama seperti kita.
    Hidup memang seperti roda pedati, ia akan bergulir sebentar dibawah dan sebentar diatas. Tapi jangan lupa, roda pedati itu akan berputar jika ada yang memutarnya, ia tidak akan berputar dengan sendirinya. Jika ingin roda pedati kita berputar maka usahakanlah supaya berputar, ada kerja yang harus dilakukan, ada usaha yang harus diusahakan dan ada kekuatan yang membuat roda pedati itu berputar.
    Ketika roda pedati kita diatas, maka usaha kita adalah supaya roda pedati kita jangan berputar kearah bawah.
    Lelaki berumur empat puluhan tahun itu tiba-tiba tersentak, ketika pikirannya sampai pada roda pedati kita pada posisi diatas dan bagaimana mempertahankannya. Lelaki itu mulai paham sekarang, ia tahu di desanya ini, sangat sulit untuk mempertahankan hidup, karena dibelahan desa sana banyak yang untuk mendapatkan sesuap nasi saja sangat-sangat sulit sekali, dan ia tahu sekarang para pembuat keputusan dan perintah yang ada digedung itu adalah rata-rata jika tidak salah – hanya menduga-duga saja – banyak dari belahan desa sana. Dan untuk mempertahankan hidup dan untuk supaya posisi roda pedati tetap diatas maka terkadang, sekali lagi terkadang atau dengan kata lain tidak sengaja atau mungkin dengan kesilapan atau sekali lagi lebih halus lagi, dengan tidak sepengetahuan kami, maka apabila ada keputusan atau perintah yang tidak berkenan tolong diikuti saja, nanti akan kita perbaiki.
    Untuk mempertahankan posisi roda pedati tetap diatas , maka lelaki berumur empat puluhan tahun itu tetap pada posisi semula ketika ia direkrut dari tempat kerjanya yang lama.
    Untuk mempertahankan … maka banyak lagi yang harus diusahakan, walau terkadang banyak yang dinomor duakan.
    Lelaki berumur empat puluhan tahun itu teringat ketika dahulu kala para pemimpin desanya sering berkata bahwa kita harus melestarikan ini dan itu, kita harus mengabadikannya, supaya nanti anak cucu kita dapat menikmatinya dengan senang dan gembira. Supaya anak cucu kita dapat mewarisi apa yang kita perbuat sekarang ini, supaya anak cucu kita dapat menuai apa yang kita tabur sekarang ini.
    Lestari dan abadi, dua kata yang sangat indah sekali. Banyak orang mendambakannya. Terkadang untuk mengenang kata itu seseorang membuat atau menamai anaknya seperti Indah lestari atau Satria Abadi Nugraha dan lain lain sebagainya.
    Lestarilah negriku, abadilah bangsaku
    Jangan ada diantara kita menjadi kaki
    Jikapun kaki, kaki untuk melangkah
    Jangan ada diantara kita jadi mulut
    Jikapun mulut, jadilah mulut yang barkata benar
    Lelaki berumur empat puluhan tahun itu berjalan pelan-pelan dan dikedua bola matanya nampak butiran air mata menetes. Lelaki itu sedih, lelaki itu memang menangis, lelaki terharu dan sedikit menyesal, lelaki itu tidak tahan menahan kesedihannya. Ia menangis kuat-kuat, ia menengadah keatas seakan berkata kelangit, “ mengapa ini terjadi didesaku.”
Lelaki itu menangis bukan menangisi dirinya, bukan, lelaki itu menangisi akan orang yang ada digedung megah itu. Terbayang diwajahnya orang-orang yang bekerja digedung mewah itu, ketika hendak membuat dan mengeluarkan keputusan. Jika mungkin lelaki itu mengadai-andai, mungkin ketika membuat keputusan, orang digedung itu sangat sedih atau sangat tertekan atau sangat kebingungan. Tidak kuat membayangkan jika keputusan yang akan dan sudah dikeluarkannya akan berakibat lain kepada banyak orang. Mereka tertekan, tidak sampai hati. Itu yang ada dipikiran lelaki berumur empat puluhan tahun itu.
    Jikapun sekarang lelaki itu masih tetap pada posisi semula ketika ia direkrut di tempat ini, tidak bergerak keatas dan hanya bergerak kesamping, ia maklum dan benar-benar maklum.
    Maklum akan keterbatasan dirinya. Maklum akan pola pikir yang ada digedung mewah itu. Maklum karena semua punya cita-cita masing-masing.
    Jikapun punya cita-cita sampai menggapai bintang anakku, gapailah dengan memanjat dan jangan menginjak.
    Jikapun punya cita-cita seperti burung rajawali, biarlah seperti anak rajawali yang didepak induknya untuk belajar terbang dan jangan seperti anak ayam.
    Dan jikapun lestari dan abadi ini harus melekat biarlah melekat dan tanggunglah, sejarah akan mancatat dan anak cucu akan membaca bahwa disini di desa ini ada yang dinamakan operator lestari operator abadi. Karena dua belas tahun hanya bergerak kesamping tidak bergerak keatas.
                                                                          Banuayu, Nopember 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar