Selasa, 25 Januari 2011

Federasi Serikat Buruh Uji Materi UU Jamsostek

JAKARTA, (PRLM).- Sebanyak 11 aktivis dari serikat buruh mengajukan uji materi terhadap Pasal 6 dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menilai, kedua pasal itu bertentangan dengan Pasal 34 Ayat (2) dan Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945.
"Pasal 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tidak sesuai dengan Pasal 34 Ayat (2) UUD 1945. Dalam Pasal 6 tersebut dinyatakan bahwa Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dikelola badan usaha milik negara yang sifatnya mencari keuntungan," kata Mochtar Pakpahan, kuasa hukum para pemohon, saat membacakan permohonan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (24/1).
Kesebelas aktivis serikat buruh ini adalah Mudhofir dari DPN FKUI-SBSI, Parulian Sianturi dari FSB HUKATAN-SBSI, Edward P Marpaung dari LOMENIK-SBSI, Markus S Sidauruk dari FESDIKARI-SBSI, Supardi dari KAMIPARHO-SBSI, Herikson Pakpahan dari FTA-SBSI, Zulkifli S. Ekomei dari KIKES-SBSI, Elly Rosita Silaban dari GARTEKS-SBSI, Nikasi Ginting dari FPE-SBSI, Ully Nursia Pakpahan dari FNIKEUBA-SBSI dan Lundak Pakpahan dari F BUPELA-SBSI.
Mochtar mengatakan, berdasarkan Pasal 34 UUD 42 yang pelaksanaannya diatur dalam Pasal 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Jamsostek dikelola secara nirlaba dan gotong royong. "Undang-Undang Nomor 40 tentang SJSN ini mengatakan, Jamsostek itu harus nirlaba, gotong royong, dan amanah," katanya.
Dalam Pasal 25 UU Jamsostek tidak dicantumkan bahwa program Jamsostek termasuk jaminan kesehatan hari tua. Padahal, dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN digariskan adanya dana pensiun. "Banyak teman saya peserta Jamsostek yang sudah meninggal tidak dapat dana pensiun. Berarti Presiden menyengsarakan rakyat," papar Mochtar.
Menurut dia, hingga kini pemerintah belum melaksanakan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Padahal, sesuai batas waktu berlakunya undang-undang tersebut, pada 19 Oktober 2009 Undang-Undang SJSN sudah harus diterapkan.
Oleh karena itu, dalam petitumnya, sejumlah para pemohon itu mencantumkan agar Presiden tidak menjalankan Pasal 34 Ayat (2) dan Ayat (4) UUD 1945 dengan peraturan pelaksananya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
Selain itu, juga dinyatakan bahwa Pasal 6 dan Pasal 25 UU No. 3 Tahun 1992 tidak sesuai dengan UUD dan mendesak Presiden membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang 30 hari setelah putusan MK jika kedua pasal yang diuji itu dibatalkan.
Atas pembacaan permohonan tersebut, Maria Farida selaku Ketua Panel Hakim MK meminta federasi buruh selaku pemohon untuk memperbaiki sejumlah substansi pengujian undang-undang, yang salah satunya mempertegas legal standing pemohon.
Maria juga menegaskan bahwa undang-undang dapat hanya bisa diujikan jika bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. "Kalau hanya tidak sesuai (dengan UUD), tidak bisa," katanya. "Tidak ada kewenangan MK untuk menegur Presiden seperti permohonan Anda," katanya.
Maria yang didampingi hakim konstitusi lainnya, Ahmad Fadlil Sumadi dan Akil Mochtar memberikan waktu kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya maksimal 14 hari. (A-78/das)***
Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar