“…..hari ini saya berangkat bersama dengan kawan-kawan buruh dari Banten, bergerak dalam barisan massa aksi untuk turun ke jalan dan memperingat May Day. Kami siap berbeda pendapat dengan pimpinan kami di Banten, yang menyatakan bahwa May Day tidak perlu diperingati dengan aksi massa dan bisa saja dengan aksi menanam sejuta pohon....”
Penyataan tersebut, adalah orasi pembuka yang disampaikan oleh salah satu orator dalam aksi bersama Gerakan Satu Mei 2010 {GSM 2010} dipelataran Kantor Kementrian Tenaga Kerja pada tanggal 1 Mei 2010. Sebuah kalimat pembuka yang sedang menggugat tingkah para elit pimpinan serkat buruh yang menyatakan bahwa May Day, peringatan hari buruh tidaklah perlu dilakukan dengan aksi massa, namun bisa dilakukan dengan kegiatan lain, bakti sosial, semisal gerakan menanam pohon, membersihkan kali atau bentuk kerja bakti yang lain.
Sejujurnya, untuk beberapa saat, saya terhenyak dan tak lagi mampu berkata-kata ketika kalimat gugatan yang sangat cerdas itu muncul dan meluncur dengan sangat deras dari mulut orator, yang saya yakin berasal dari pengurus serikat buruh di tingkat pabrik, buruh yang dipaksa kerja lebih dari 8 jam sehari dengan upah murah dan sedang menggugat perlakuan pengusaha yang diamini pemerintah dengan modus penindasan bernama sistem kerja kontrak outsourcing, pemberangusan serikat atau lebih dikenal dengan union busting dan ancaman lain. Saya terhenyak tentu saja bukan karena orasi dari buruh pabrik itu sedang mengatakan bahwa menanam sejuta pohon dan kerja sosial bagi buruh tidak penting, namun bahwa ada pemimpin serikat buruh di tingkat DPC, DPD dan bahkan level pimpinan Nasional kemudian mengatakan bahwa peringatan May day tidak perlu dilakukan dengan aksi massa, adalah sebuah kemunduran sikap dan cara pikir. Tentu saja ini menyesatkan.
Saya kemudian membandingkan orasi itu dengan apa yang dikemukanan oleh Bambang Wirayoso, ketua Umum DPP SPN yang dilangsir oleh media elektronik yang menyatakan bahwa Peringatan May day tidak harus dilakukan dengan aksi turun ke Jalan, namun bisa dilakukan dengan kegiatan-kegiatan di wilayah dengan membersihkan kali dan kegiatan sosial lainnya. Ungkapan yang dengan yakin disampaikan oleh Bambang Wirayoso disela-sela pelantikan pengurus Partai demokrat ini tentu saja ironis. Ironis karena ditangah perjuangan yang gagah berani dilakukan oleh jutaan buruh yang menyatakan akan turun ke jalan melawan kebijakan pemerintah, pada saat yang bersamaan dirinya menyatakan tak perlu turun ke jalan dan itu dilakukan dalam suasana bersamaa dengan pelantikan kepngurusan partai Demokrat, Parti penguasa yang hari ini sedang menyusun rencana buruk untuk melakukan rencana revisi undang-undang perburuhan menjadi lebih buruk lagi.....
Di halaman media lain, kemudian saya menemukan pernyataan dari Ketua DPN Apindo Sofyan Wanandi yang kurang lebih sama, ” peringatan Hari Buruh, seyogyanya buruh tak perlu aksi turun ke jalan....”. bagaimana mungkin, seorang pimpinan Nasional Serikat Buruh membuat pernyataan yang sama dengan pengusaha dan justru kemudian menyatakan sesuayu yang berbeda dengan apa yang dirasakan buruh di Pabrik ?
Bersamaan dengan Bambang Wirayoso, tentu masih banyak pimpinan Nasional Serikat Buruh yang berpendapat sama, hanya saja mereka tak mau menunjukkannya secara terbuka Inilah ironisnya....
Gerakan Satu Mei 2010, Gerakan Membangun Persatuan
Gerakan Satu Mei 2010 {GSM 2010} adalah gerakan yang turun dengan massa besar dalam peringatan hari buruh Internasional di Jakarta. Ditengah banyaknya kelompok yang juga menyatakan sikap dalam aksi May day 2010, GSM 2010 mengusung semangat yang mengajak kepada terbangunnya semangat persatuan luas dalam arti yang hakiki. Semangat itu, setidaknya tercermin dari bersatunya berbagai serikat buruh yang sedemikian luas meliputi Serikat perja BUMN, Serikat Buruh manufaktur dan juga buruh sektor informaldalam barisan yang sangat panjang itu, muncul juga para pimpinan serikat buruh level pabrik/ basis dari SPSI, SPN, KASBI, OPSI, SP. BUMN, SP. FARKES, SP. KEP, SP. LEM, SBMI dan masih banyak lagi.
”...... Hari ini, kami turun ke Jalan, bersatu dengan ribuan buruh dari organisasi yang berbeda. Kami meyakini, membangun persatuan yang sesungguhnya sudah menjadi kebutuhan dari semua buruh di tingkat akar rumput. Kami menyatakan bahwa kepentingan buruh adalah satu : bersatu tanpa memandang kepentingan elitnya, tanpa peduli kepada siapa pimpinan kami di nasional menggantungkan nasibnya. Apakah kepada elit parpol atau justru kepada organisasi pengusaha.....”, teriak lantang Kodirin, buruh pabrik anggota KASBI menggugat perpecahan elit serikat yang kian hari kian meluas terkotak-kotak dalam faksi kepentingan berbeda. ”Bagaimana mungkin buruh tidak bersatu? Kami di tempat kerja mengalami hal yang sama, diberangus serikat kami, di PHK anggota dan pengurus kami, kemudian bergantilah sistem kerja kami menjadi sistem kontrak dan outsourcing, apakah ada alasan bagi buruh untuk tidak bersatu ?”, Kata Ami pengurus Serikat pekerja Angkasa Pura yang berbaris dan berbaur ditengah massa aksi.
Barisan panjang GSM 2010, dengan kibaran bendera beraneka warna, dengan warna baju yang tidak sama, dengan nama serikat yang beraneka rupa telah membuktikan setidaknya ada 36 Serikat buruh dari berbagai level baik Nasional, propinsi dan bahkan kota dan tingkat pabrik itu kemudian tersatukan dalam semangat yang sama yakni menyatakan saatnya kaum buruh bersatu untuk melawan penjajahan bentuk baru, wajah baru penjajahan yang semakin menindas saja.....
Gerakan Satu Mei 2010, dan agenda bersama Pasca May Day.
Gerakan perlawanan, tentu tak hanya akan berlangsnung sehari pada saat May day. Tentu saja, May Day, sesuai dengan takdir sejarahnya telah memberikan pelajaran berharga bahwa sejak seratuan tahun yang telah lampau, hanya dengan konsolidasi gerakan buruh secara utuh saja yang mampu mengadakan perubahan secara nyata. Perubahan yang terjadi seratus tahun lalu itu, yang keberhasilannya ditandai dengan keberhasilan penetapan 8 jam kerja sehari bagi buruh itu dan hingga saat ini masih menjadi hutang terbesar bagi kaum pekerja diseluruh dunia itu, hanya lahir karena bersatunya gerakan buruh dalam barisan massa yang solid dan bersatu dalam satu kepentingan.
Tantangan gerakan buruh hari ini, menemukan relevansinya untuk menapaktilasi semua pelajaran sejarah itu, bukan sekedar mengenang tahun-tahun peristiwanya namun jauh lebih penting adalah memetik pelajaran berharga yang dengan jelas tergambarkan dalam sejarah itu. Kaum buruh di Indonesia, dengan pengalaman sangat panjang dan pengalaman masa keemasan sebelum dibumihanguskan selama 32 tahun oleh Orde Militer Soeharto memiliki modal yang kuat untuk membangun kembali kejayaan itu menjadi awal bagi terciptanya kekuataan yang nyata dan diperhitungkan sebagai kekuatan yang mengusung gagasan baru bagi nasib bangsa ini bahkan untuk yang lebih luas lagi.
Sebagaimana tema utama GSM 2010, LAWAN PENJAJAHAN GAYA BARU SAATNYA BURUH BERKUASA adalah sebuah pilihan yang maju bagi gerakan Buruh Indonesia. Ancaman neolieralisme atau penjajahan gaya baru itu hari ini muncul secara masif dalam bentuk ancaman-ancaman yang nyata.
Ancaman yang sudah lama muncul dan rasanya tak berujung itu bernama Sistem Kerja Kontrak Outsorucing, Union Busting, PHK massal, Upah Murah, privatisasi dan berbagai ancaman lainnya, sementara belum usai derita buruh itu, justru pemerintah menambah berat saja dengan rencana jahatnya dalam merivisi UU ketenagakerjaan. Undang-undang 13 tahun 2003 sebagai Undang-undang pesanan rentenir internasional bernama Word bank, IMF, WTO yang sudah sedemikian buruk itu dirasa tidak cukup untuk menindas buruh. Dalam pandangan SBY, Presiden yang selalu mengagungkan dirinya sebagai presiden pilihan rakyat itu, sesuai dengan apa yang dilangsir oleh Wakil kepala Bappenas menyatakan bahwa Presiden SBY telah mengeluarkan instruksi Presiden tentang revisi UU 13/2003. Diharapkan revisi ini, akan menciptakan iklim ketenagakerjaan semakin baik.
Kemudian, instruksi itu secara cepat direspon oleh Menakertrans yang menyatakan bahwa Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah bekerja sama dengan LIPI untuk melakukan kajian. Dan bagi kaum buruh Indonesia, itu artinya dapat dipastikan jalan melingkar untuk merevisi UUK dengan kajian 5 perguruan tinggi yang memperburuk nasib buruk akan kembali diretas menjadi jalan cepat bagi rezim untuk bermain-main dengan nasib buruh. Rencana pemerintah untuk merevisi UUK tersebut, tentu hanya sebagian kecil dari sekenario besar Pemerintah untuk memperburuk nasib buruk, sebagai konsekuensi keberpihakan mereka terhadap keinginan kaum pemodal, namun seharusnya cukup menjadi epringatan bagi kita.
Semakin hari, kondisinya memang semakin buruk. Buruknya kondisi itu bukan saja dikarenakan pemerintah melepaskan tanggungjawabnya dengan melakukan manuver-manuver untuk membuat nasib buruh menjadi buruk atas pesanan pemodal, namun keterpurukan itu, justru diperparah karena betapa pimpinan serikat buruh baik dari level DPC hingga level Nasional, rasanya semakin susah untuk dipersatukan dalam pandangan yang sama dalam memandang permasalahan yang ada, dan ini, adalah PR yang sangat susah untuk dipecahkan.
Dan May Day 2010, melalui semangat yang diteladankan oleh para buruh, kita, atau siapapun semestinya tak malu untuk belajar.....
Ditulis Oleh : Khamid Istakhori, Sekjen KASBI dan Koordinator Gerakan Satu Mei 2010 {GSM 2010}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar